Senin, 05 Desember 2011

Moral itu Bermanfaat

Another Stories

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki 
yang senangf bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu 
sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat 
mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini 
telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu 
setiap harinya. 
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke 
sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan 
anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki 
itu."Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk 
membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi 
kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa 
mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. " Anak lelaki itu 
sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan 
pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak 
pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang 
melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon 
apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus 
bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat 
tinggal. Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki 
rumah. 

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun 
rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua 
dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel 
itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak 
lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian 
dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel 
merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi 
denganku," kata pohon apel."Aku sedih," kata anak lelaki itu."Aku 
sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan 
berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" 

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang 
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. 
Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah ."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat 
kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi 
datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun 
kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak 
memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak 
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata 
pohon apel."Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak 
lelaki itu."Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku 
berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan 
sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah 
setelah sekian lama meninggalkanmu. " "Oooh, bagus sekali. Tahukah 
kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan 
beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan 
beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan 
akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air 
matanya.


Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. 
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang 
ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa 
pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa 
yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin 
berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada 
pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya;
dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan
diberikannya pada kita.

Rahasia Senyum Muhammad

 

Ketika Anda membuka lembaran sirah kehidupan Muhammad 
saw., Anda tidak akan pernah berhenti kagum akan kemuliaan dan 
kebesaran pribadi Muhammad saw. 

Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam 
setiap perilakunya, dan sikap beliau dalam menggunakan segala sarana 
untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap kesempatan. 

Sarana paling besar yang dilakukan Muhammad saw. dalam dakwah dan 
perilaku beliau adalah, gerakan yang tidak membutuhkan biaya besar, 
tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk 
selanjutnya masuk ke relung kalbu yang sangat dalam. 

Jangan Anda tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, 
menghilangkan kesedihan, membersihkan jiwa, menghancurkan tembok 
pengalang di antara anak manusia!. Itulah ketulusan yang mengalir dari 
dua bibir yang bersih, itulah senyuman! 

Itulah senyuman yang direkam Al Qur'an tentang kisah Nabi Sulaiman as, 
ketika Ia berkata kepada seekor semut, 

"Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut 
itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap 
mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada 
dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau 
ridhai; Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan 
hamba-hamba-Mu yang saleh". An Naml:19 

Senyuman itulah yang senantiasa keluar dari bibir mulia Muhammad saw., 
dalam setiap perilakunya. Beliau tersenyum ketika bertemu dengan 
sahabatnya. Saat beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di 
majelis peradilan sekalipun. 

Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, 
"Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. 
Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku." 

Suatu ketika Muhammad saw didatangi seorang Arab Badui, dengan serta 
merta ia berlaku kasar dengan menarik selendang Muhammad, sehingga 
leher beliau membekas merah. Orang Badui itu bersuara keras, "Wahai 
Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan harta dari Baitul Maal! 
Muhammad saw. menoleh kepadanya seraya tersenyum. Kemudian beliau 
menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya." 

Ketika beliau memberi hukuman keras terhadap orang-orang yang 
terlambat dan tidak ituk serta dalam perang Tabuk, beliau masih 
tersenyum mendengarkan alasan mereka. 

Ka'ab ra. berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan 
sumpah palsu mereka: "Saya mendatangi Muhammad saw., ketika saya 
mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum, senyuman orang yang 
marah. Kemudian beliau berkata, "Kemari. Maka saya mendekati beliau 
dan duduk di depan beliau." 

Suatu ketika Muhammad melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa 
sahabat yang sedang membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu, 
beliau lewat dan tersenyum kepada mereka. 

Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci ini, sampai 
akhir detik-detik hayat beliau. 

Anas bin Malik berkata diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, 
"Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, 
sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan 
oleh Muhammad saw. yang membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat 
kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum 
kepada mereka!" 

Sehingga tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu 
sahabat-shabatnya, istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa 
dengannya! 

Menyentuh Hati 

Muhammad saw. telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau 
mampu "menyihir" hati dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan 
dengan senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap keras hati dengan 
senyuman. Dan beliau saw. mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar 
menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan 
senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan, beliau bersabda, 

"Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah." At Tirmidzi dalam sahihnya. 

Meskipun sudah sangat jelas dan gamblang petunjuk Nabi dan praktek 
beliau langsung. Namun Anda masih banyak melihat sebagaian manusia 
masih berlaku keras terhadap anggota keluarganya, tehadap rumah 
tangganya dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya dan dari 
ketulusan hatinya. 

Anda merasakan bahwa sebagian manusia -karena bersikap cemberut dan 
muka masam- mengira bahwa giginya bagian dari aurat yang harus 
ditutupi! Di mana mereka di depan petunjuk Nabi yang agung ini! 
Sungguh jauh mereka dari contoh Nabi muhammad saw.! 

Ya, kadang Anda melewati jam-jam Anda dengan dirundung duka, atau 
disibukkan beragam pekerjaan, akan tetapi Anda selalu bermuka masam, 
cemberut dan menahan senyuman yang merupakan sedekah, maka demi Allah, 
ini adalah perilaku keras hati, yang semestinya tidak terjadi. Wal 
iyadzubillah. 

Pengaruh Senyum 

Sebagian manusia ketika berbicara tentang senyum mengaitkan dengan 
pengaruh psikologis terhadap orang yang tersenyum. Mengkaitkan 
boleh-boleh saja, yang oleh kebanyakan orang boleh jadi sepakat akan 
hal itu. Namun seorang muslim memandang hal ini dengan kaca mata lain, 
yaitu kaca mata ibadah, bahwa tersenyum adalah bagian dari mencontoh 
Nabi saw. yang disunnahkan dan bernilai ibadah. 

Para pakar dari kalangan muslim maupun non muslim melihat dampak besar 
dari seuntai senyuman dan sangat besar pengaruhnya. 

Dil Karanji dalam bukunya yang terkenal, "Bagaimana Anda Mendapatkan 
Teman dan Mempengaruhi Manusia" menceritakan, 

"Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah 
yang ceria, penuh senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik 
sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih 
berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan 
lebih menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang 
wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni." 

Ia melanjutkan, "Saya minta setiap mahasiswa saya untuk tersenyum 
kepada orang tertentu sekali setiap pekannya. Salah seorang mahasiswa 
datang bertemu dengan pedagang, ia berkata kepadanya, "Saya pilih 
tersenyum kepada istriku, ia tidak tau sama sekali perihal ini. 
Hasilnya adalah saya menemukan kebahagiaan baru yang sebelumnya tidak 
saya rasakan sepanjang akhir tahun-tahun ini. Yang demikian menjadikan 
saya senang tersenyum setiap kali bertemu dengan orang. Setiap orang 
membalas penghormatan kepada saya dan bersegera melaksanakan khidmat 
-pelayanan- terhadap saya. Karena itu saya merasakan hidup lebih ceria 
dan lebih mudah." 

Kegembiraan meluap ketika Karanji menambahkan, "Ingatlah, bahwa senyum 
tidak membutuhkan biaya sedikitpun, akan tetapi membawa dampak yang 
luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang memberinya, justeru 
akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya. Senyum juga tidak 
memerlukan waktu yang bertele-tele, namun membekas kekal dalam ingatan 
sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang tidak memilikinya, 
dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya." 

Betapa kita sangat membutuhkan sosialisasi dan penyadaran petunjuk 
Nabi yang mulia ini kepada umat. Dengan niat taqarrub ilallah 
-pendekatan diri kepada Allah swt.- lewat senyuman dimulai dari diri 
kita, rumah kita, bersama istri-istri kita, anak-anak kita, teman 
sekantor kita. Dan kita tidak pernah merasa rugi sedikit pun! Bahkan 
kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika kita menahan senyuman, 
menahan sedekah ini, yaitu dengan selalu bermuka masam dan cemberut 
dalam kehidupan. 

Pengalaman membuktikan bahwa dampak positif dan efektif dari senyuman 
ini, yaitu senyuman menjadi pendahuluan ketika meluruskan orang yang 
keliru, dan menjadi muqaddimah ketika mengingkari yang munkar. Orang 
yang selalu cemberut tidak menyengsarakan kecuali dirinya sendiri dan 
dengan bermuka masam ia telah mengharamkan menikmati dunia ini. Bagi 
orang yang menebar senyum selamanya akan senang dan gembira. Allahu a'lam.